Postingan

Menampilkan postingan dari 2020
Ketika beberapa kalimat mellow yang dipost dibeberapa media sosial beberapa orang merasa mampu mengartikan setiap kata atau mungkin kalimat yang dipost oleh orang lain. Terlebih jika itu adalah postingan yang berhubungan dengan perasaan. semakin membuat orang orang terpancing untuk mencari tau atau bahkan sekedar menebak kemudian dengan mudahnya menghakimi. Orang orang merasa paling tau dengan kemahabenaran asumsinya sedangkan aku yang memang lebih mudah membuat ungkapan sendu hanya menyunggingkan senyum mengantarkan firasat mereka menuju kebenaran versi mereka sendiri. Begitu lebih mudah dibanding menyangkal atau mencoba mengklarifikasi hanya sekedar membuang waktu juga tenaga yang bisa digunakan untuk hal berguna lainnya. Entah kenapa orang orang lebih suka mengurusi kehidupan orang lain. Merasa sangat tau keadaan seseorang hanya dari ungkapan yang dipost di sosial media. Terlebih orang orang akan sangat tertarik dengan kalimat sendu seolah kesenduan atau kesedihan adalah topik ya...

penghujung gelap

Pada akhir gelap yang sendirian Nyala lilin serupa cahaya penyelamat Aku diam diam rindu  dan begitu terang terangan inginkan temu. Namun untuk kesekian kali Nalar kembali sadar di sepertiga sepi Bahwa tepat dipenghujung hujan lalu,  kaupun mengujungkan langkah untuk tak lagi menujuku.  Cerita kita yang kukira masih ditengah kisah,  Yang ternyata kau sematkan sebuah kata tamat.  Saat dengan tanpa beban kau ucap kata pisah.  Aku terpukul dengan patah yang teramat.  Sisa hujan dibalik jendela Seolah membercandaiku untuk  Merasa pekatnya sepi yang kedinginan Sepi yang jelas memperdengarkan  degub yang mendetakkan penyesalan Entah penyesalan karna membuatmu terluka hingga pergi Atau penyesalan karna membuatku berduka saat kau melangkah pergi.  Dan pada titik yang kesekian Kamu masih menjadi segala barisan yang aku tuliskan.  Meski aku sudah menjadi buku usang yang enggan kau baca. 

SEPASANG DOA YANG TAK LAGI SALING MENGAAMIINI

Kita adalah barisan semoga yang tak lagi saling mengharapkan. kita adalah sepasang kemungkinan yang saling memutuskan menjadi mustahil. Dan kita mengawali akhir menjadi sepasang doa yang tak lagi saling mengaamiini. Kau laiknya lembaran kertas yang enggan kembali aku tulisi. Sedang aku, laiknya coretan aksara yang enggan menuliskan tentangmu. Tentang segala kita yang telah harus berada pada kalimat terakhir diujung titik sebelum sekian. Berhenti dengan segala keterpaksaan.